Pages

Wednesday, August 29, 2018

KLHK Luncurkan Bunga Rampai Ekosistem

INILAHCOM, Manado - Direktorat Kawasan Konservasi, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meluncurkan buku bunga rampai kisah sukses pemulihan ekosistem di kawasan konservasi.

Peluncuran buku ini bertepatan dengan kegiatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2018 di Taman Wisata Alam Batu Putih Tangkoko, Provinsi Sulawesi Utara, Rabu (29/8/2018).

Buku tersebut hadir untuk memperkaya pengetahuan dalam pengembangan inovasi pemulihan ekosistem serta mengidentifikasi berbagai faktor kunci yang dapat mempercepat pemulihan ekosistem di kawasan konservasi.

Dalam penyusunan buku tersebut, Direktorat Kawasan Konservasi KSDAE bekerja sama dengan World Resources Institute (WRI) Indonesia, sebuah lembaga penelitian independen bidang lingkungan hidup.

Kawasan konservasi Indonesia seluas 27,2 juta ha menyimpan sumber daya alam yang melimpah, seperti air dan keanekaragaman hayati, sehingga perlu untuk dilestarikan. Sayangnya, tekanan kerusakan terhadap kawasan konservasi di Indonesia masih tinggi, disebabkan faktor alam dan aktivitas manusia, seperti kebarakan hutan, pembalakan dan perburuan liar serta serangan hama dan penyakit.

Dilihat dari data Direktorat Kawasan Konservasi dan Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam memperkirakan kerusakan di dalam kawasan konservasi yang didasarkan pada perhitungan open area seluas 2.011.000 ha atau 7,4% dari total luas kawasan.

Luasnya indikasi kawasan terdegradasi ini dapat berdampak pada terganggunya fungsi ekosistem kawasan konservasi.

Selain mengganggu keanekaragaman hayati yang hidup di dalam kawasan, dampak negatif degradasi juga akan dirasakan oleh masyarakat, seperti peningkatan risiko bencana alam dan penurunan kualitas lingkungan. Untuk itu, pemerintah melalui Direktorat Kawasan Konservasi tengah mengupayakan pemulihan ekosistem di kawasan konservasi.

"Saat ini, Direktorat Jenderal KSDAE menargetkan pemulihan ekosistem di kawasan konservasi seluas 100.000 ha hingga 2019 dan 25% atau 24.758 ha diantaranya sudah terpulihkan. Salah satu kendalanya adalah akses pendanaan yang terbatas sehingga kolaborasi dengan mitra konservasi dan masyarakat memiliki peran penting. Sejauh ini, penerapan pola partisipatif dan prinsip kerja kolektif-kolegial dinilai telah terbukti mampu mendorong pencapaian pemulihan ekosistem sehingga diharapkan pola dan prinsip tersebut dapat terus didorong guna mencapai target," ujar Suyatno Sukandar Direktur Kawasan Konservasi.

Sementara itu Indra Exploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati mengatakan salah satu ancaman terbesar dari penurunan populasi satwa yang dilindungi adalah karena rusaknya dan berkurangnya luas ekosistem yang menjadi habitat mereka.

Sebagai contoh, kera hitam sulawesi (Macaca nigra) atau sering disebut yaki yang dapat ditemukan di Tangkoko, lokasi peringatan HKAN 2018, telah mengalami penurunan populasi secara drastis. "Spesies ini telah dimasukkan ke dalam kategori kritis oleh IUCN," katanya.

Oleh karena itu, pemulihan ekosistem memiliki peran penting dalam memperbaiki habitat berbagai satwa dan tanaman liar yang terancam keberlangsungannya.

Untuk mengembalikan fungsi kawasan konservasi yang telah terdegradasi, dibutuhkan upaya pemulihan ekosistem melalui berbagai strategi dan aktivitas. Dalam hal ini, kolaborasi seluruh pihak, perencanaan yang konsisten dan peran Unit Pelaksana Teknis (UPT) menjadi beberapa aspek kunci. [jin]

Let's block ads! (Why?)

from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/2Lzq00U

No comments:

Post a Comment