Pages

Wednesday, December 12, 2018

Pejabat Negara Harus Beri Solusi Bagi Rakyat

INILAHCOM, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Pengusaha Berkarya (PBPB) Rahmat mengatakan, seorang pejabat yang dilantik telah terikat hukum tata negara. Itu artinya, mereka memiliki beban akuntabilitas yang tinggi.

"Keberadaan mereka harus menjadi solusi bagi berbagai persoalan rakyat. Jangan justru, kebijakannya hanya menambah beban hidup rakyat konstituennya," ucapnya di Jakarta, Rabu (12/12/2018).

Dia menambahkan, tugas pokok pejabat publik bukan menambah penderitaan rakyat. Dengan adanya inflasi saja, kata dia, rakyat sudah menjerit.

"Apalagi, ditambah beban hidup karena utang dan bunga yang bersumber dari pencabutan subsidi dan fasilitasnya, penarikan dana investasi jangka panjang milik rakyat, dan kenaikan harga-harga tarif pelayanan utilitas publik. Seperti transportasi, listrik, komunikasi, dan kenaikan retribusi pajak-pajak atas aset milik rakyat seperti PBB dan BPKB yang tidak berbanding lurus dengan kenaikan penghasilan perkapita. Ini bukti janji kesejahteraan belum merata," kritik caleg dari Partai Berkarya Dapil Sumsel II itu panjang lebar.

Menurutnya, utang berakibat devisa tersisa menipis akibat beban bunga, kupon, biaya, komisi, diskonto, provisi dan cicilan-cicilan dari tiap jenis utang. Dia memberi contoh, bridging loan dari PT (SPV) khusus berjaminkan pencairan APBD.

"Begitu juga dari sisi BPK dan BPKP harus obyektif bertindak menekan utang yang tidak mendesak demi keadilan sosial. Ini demi kerakyatan dan hukum tata negara yang berlaku. Jangan sampai, nantinya, utang-utang tersebut diambil-alih KPK atau Kejaksaan Agung jika terendus memiliki modus merugikan rakyat, negara, dan bangsa Indonesia," tegasnya.

Sebelumnya, Komisi VI DPR RI baru saja menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan direksi badan usaha milik negara (BUMN). Rapat membahas soal utang milik perusahaan plat merah.

Berdasarkan informasi yang dipaparkan dalam RDP di Kompleks DPR RI, Jakarta, Senin (3/12) lalu, terdata ada 10 BUMN dengan utang terbesar. Mulai dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) hingga Pupuk Indonesia.

Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, BUMN tersebut diakuinya masih memiliki kesanggupan membayar utang dengan aman. Menurutnya, kondisi utang perusahaan negara yang telah menyentuh Rp5.271 triliun per September 2018 itu tidak seluruhnya utang riil.

"Misalnya, utang BUMN di sektor keuangan, dari Rp3.311 triliun hanya Rp529 triliun yang merupakan utang pinjaman. Sisanya berasal dari dana pihak ketiga (DPK) Rp2.448 triliun, serta dari premi asuransi dan sebagainya Rp335 triliun. Berikutnya utang riil BUMN, yaitu dari BUMN sektor non keuangan adalah 1.960 triliun," paparnya.

Itu artinya, lanjut dia, yang bisa disebut utang sebenarnya adalah Rp1.960 triliun ditambah Rp529 triliun, yaitu Rp2.489 triliun.[jat]

Let's block ads! (Why?)

from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/2PwAAaV

No comments:

Post a Comment