INILAHCOM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa saja meminta pendapat ahli hukum tentang bisa tidaknya menerapkan pidana korporasi ke Partai Politik.
Ini dilakukan lantaran adanya indikasi keterlibatan Partai Golkar dalam kasus suap PLTU Riau-1.
"Permintaan pendapat ahli sudah sering dilakukan tidak hanya spesifik terhadap koorporasi saja tapi terkait dengan seluruh penanganan perkara," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, di KPK, Kamis (13/9/2018).
Setiap kasus rumit yang dihadapi, pihaknya memang selalu mengundang pakar atau ahli untuk mencari sandaran hukum dalam mempidanakan tersangka di sebuah kasus.
"Alat bukti itukan ada lima, salah satu alat bukti itu ahli," tegasnya.
Wakil ketua KPK, Laode M Syarief sebelumnya mengatakan kalau pihaknya membutuhkan pendapat ahli guna mempidanakan Partai Golkar dalam kasus suap PLTU Riau-1.
Laode mengatakan, saat ini belum ada persepsi yang jelas apakah Partai Politik bisa disamakan dengan korporasi.
"Itu belum semuanya sama persepsinya, oleh karena itu KPK harus mengkaji lebih dalam lagi," kata Syarif beberapa hari lalu.
Oleh karenannya KPK berencana mengundang sejumlah pakar hukum terkait penggunaan Perma Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi, terhadap partai politik.
Saat ditagih janji pimpinan KPK yang akan menghadirkan ahli tersebut, Febri mengatakan saat ini pihaknya akan terlebih dahulu fokus menuntaskan perkara mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham.
Sebelumnya KPK menerima pengembalian uang sebesar Rp700 juta dari partai besutan Airlangga Hartanto. Uang tersebut disinyalir berasal dari suap proyek PLTU Riau-1.
Uang itu kini telah disita pihaknya untuk penyidikan kasus. Dengan pengembalian tersebut, menurut Febri, sejatinya pihak Golkar mengakui adanya aliran uang dari proyek PLTU Riau-1.[jat]
from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/2p2521X
No comments:
Post a Comment