Pages

Friday, November 30, 2018

Setelah Gaduh Beda Data Beras Munculah Jagung

INILAHCOM, Jakarta - Direktur Eksekutif Pataka, Yeka Hendra Fatika sangat menyesalkan terjadinya kegaduhan yang dipicu perbedaan data pangan, khususnya padi. Ke depan, peristiwa ini jangan sampai terulang.

Pernyataan itu disampaikan Yeka usai menyerahkan Petisi Ragunan yang diteken puluhan orang dari sejumlah organisasi, komunitas peternak dan petani kepada Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (30/11/2018).

"Kami 20 orang mewakili organisasi dan individu meneken Petisi Ragunan. Pertimbangan, kami menilai telah terjadi pembohongan data produksi pertanian yang dibuktikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Atas dasar itu, kami meminta presiden melakukan evaluasi," kata Yeka didampingi Komisioner Ombudsman RI, Alamsyah Saragih.

Yeka menilai, pernyataan surplus beras terbukti berbeda jauh dengan data BPS. Bahkan, Yeka melihat perbedaan data beras antara kementan dengan BPS pada 2018 mencapai 43%. Akibatnya, pihak petani, peternak dan kementerian terkait, salah dalam melihat kondisi serta mengambil kebijakan perberasan.

"Kalau kita lihat surplus produksi beras yang disampaikan Kementan, selama 2016 sampai 2018, total surplus 44 juta ton. Kalau demikian kita seharusnya tak perlu tanam padi kalau surplus itu ada. Tetapi, faktanya ada impor 1,7 juta ton per tahun. Ini yang membuat akhirnya gamang. Ini situasi seperti apa? Januari 2019 bisa saja mengulang Januari 2018, saat itu kita impor 12.500 ton," jelas dia.

Yeka menambahkan, kejadian yang sama terulang di komoditas jagung. Meski BPS belum mengeluarkan data jagung, faktanya peternak ayam kesulitan mencari sumber jagung yang berkualitas."Jagung belum seperti beras ada data di BPS. Tetapi merujuk pada data Kementan dengan BPS yang 43 persen underestimated, jangan sampai jagung seperti itu," kata dia.

Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan), Sugeng Wahyudi mengakui, kualitas pakan ternak semakin memburuk. Bahkan, kandungan jagung di pakan ternak terus merosot dari 50% menjadi 25%.

"Ini terkonfirmasi dari Asosiasi Pabrik Pakan. Ini berakibat ke mana? Khususnya ke produktivitas ayam-ayam yang kami pelihara. Dulu 5 kg menjadi hanya 1,5 kg per hari. Ini semua gara-gara jagung," kata dia.

Sugeng mengakui, para peternak ayam kelabakan lantaran harga jagung semakin tinggi. Kondisi ini semakin menyulitkan mereka karena harga ayam dilarang naik. "Harga tnggi kami tidak boleh, kalau di bawah kami rugi. Ini problem yang kami hadapi," jelas dia.

Komisioner Ombudsman RI, Alamsyah Saragih yang menerima audiensi dari kalangan petani dan peternak, mengatakan, sudah memprediksi akan terjadi permasalahan seperti ini. Sejak 2015, BPS memoratorium data beras, lantaran ada pihak yang menggembor surplus beras.

"Ombudsman pada 2017 pernah bilang jangan terlalu banyak bicara surplus, bersabar tunggu BPS. Apa yang terjadi hari ini, sudah Ombudsman prediksi jauh hari," jelas dia.

Mengenai petisi yang diberikan Pataka, lanjut Alamsyah, Ombudsman RI akan mendalami. Selanjutnya masalah ini akan diteruskan kepada Presiden Joko Widodo. [tar]

Let's block ads! (Why?)

from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/2U1wVFt

No comments:

Post a Comment