INILAHCOM, Jakarta - Membengkaknya utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai karena salah urus perusahaan plat merah itu. BUMN saat ini ditengarai sudah menjadi alat politik.
"Jadi BUMN itu Badan Usaha Milik Negara bukan badan milik penguasa. Seperti Tentara Nasional Indonesi, bukan Tentara Penguasa Indonesia. Ini harus diclear-kan," kata Ekonom Said Didu dalam diskusi yang bertajuk 'Selamatkan BUMN Sebagai Benteng Nasional' yang diadakan oleh pemenangan cawapres Prabowo-Sandi di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, Rabu (12/12/2018).
Said Didu yang juga Mantan Sekretaris Kementerian BUMN periode 2004-2012 itu pun mengkritik penugasan pemerintah terhadap BUMN. Sebab, penugasan itu telah membuat BUMN merugi, bukan untung.
Penugasan itu, PT Pertamina (Persero) yang harus menanggung beban akibat menjual BBM premium di bawah harga keekonomian. Akhirnya BUMN itu pun harus menanggung nilai selisihnya dari harga keekonomisan.
Selain itu, kepada PT PLN (Persero) yang juga terbebani dengan menjual tarif listrik. Pemrintah tidak memperbolehkan PT PLN menaikan tarif dasar listrik hingga tahun 2019.
Hal ini tentunya membebani PLN, dimana harga BBM dan batu bara untuk menggerakan pembangkit harganya naik. Meski pada belakangan pemerintah menetapkan DMO bara.
"Apabila ada penugasan kepada BUMN tidak ekonomis, pemerintah mustinya mengganti (dengan ABPN). Tapi ini malah memberi penugasan tapi kerugian itu ditanggung oleh BUMN," kata dia.
Menurut dia, bila BUMN sudah mendapat intervensi untuk kepentingan politik, maka kehancuran perusahaan plat merah itu tinggal menunggu waktu. Seperti saat ini, sebagian BUMN yang sudah terlilit hutang besar.
"Jadi jangan ada penguasa yang menggunakan BUMN karena bukan milik dia, tapi milik negara ini pengkhayatan yang prinsip," kata dia.
Adapun data Kementerian BUMN dengan komisi VI DPR pada 3 Desember lalu, hingga akhir September 2018, total utang BUMN di Indonesia mencapai Rp 5.271 triliun.
Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 3,311 triliun disumbang dari BUMN sektor keuangan, dengan komponen terbesarnya berupa dana pihak ketiga (DPK) perbankan yang mencapai 74% dari total utang. [jin]
from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/2BdCdFo
No comments:
Post a Comment