Pages

Tuesday, February 5, 2019

Sektor Migas Jadi Biang Kerok Defisit CAD

INILAHCOM, Jakarta - Defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD)pada kuartal III-2018 tercatat sebesar US$8,8 miliar. Angka ini setara dengan 3,37% dari PDB.

Pemerintahmenilai defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan III-2018 meningkat sejalan dengan menguatnya permintaan domestik. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan defisit kuartal sebelumnya sebesar US$8,0 miliar dolar AS (3,02% PDB).

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) menilai, defisit yang terjadi terus menerus ini merupakan buah dari defisitnya perdagangan migas RI.

Dalam hasil riset terbaru LPEM FE UI yang di dapat INILAHCOM, Selasa (5/2/2019) yang bertajuk seri analisis makroekonomiIndonesia Economic Outlook2019, defisit transaksi berjalan pada Triwulan III-2018 yang mencapai US$8,8 miliar merupakan level nominal tertinggi dalam satu dekade terakhir dan setara dengan 3,4% dari PDB.

Dalam laporannya tersebut ketidakseimbangan neraca Indonesia sedikit melebar karena permintaan domestik yang lebih kuat dibandingkan dengan Triwulan III-2018, yang mencatat defisit US$8 miliar (3,02% dari PDB).

"Kinerja perdagangan barang yang melemah ditambah dengan peningkatan defisit neraca jasa merupakan pendorong utama dari memburuknya defisit neraca berjalan," kata Kepala Riset LPEM FE UI Febrio Kacaribu.

Menurut dia peningkatan defisit perdagangan migas bersama dengan surplus non-migas yang terbatas telah menyebabkan pembalikan neraca perdagangan barang menjadi neraca yang defisit.

"Defisit terus-menerus pada perdagangan migas dapat dijelaskan oleh kenaikan harga minyak mentah bersamaan dengan terbatasnya kapasitas produksi nasional yang menurunkan kompensasi peningkatan permintaan domestik terhadap minyal," ujarnya.

Meski begitu dirinya memperkirakan neraca migas akan lebih baik dalam dua
kuartal setelahnya karena harga minyak telah menurun setelah mencapai puncaknya pada awal Oktober.

"Sebagai akibat dari penurunan tiba-tiba harga minyak mentah, tekanan pada keputusan pemerintah untuk menahan harga bahan bakar di tingkat yang sama dapat sedikit dikurangi setidaknya sampai setelah Pemilu pada bulan April mendatang," katanya.

Sementara sektor minyak dan gas terutama dipengaruhi oleh tingkat harga minyak mentah dunia, defisit transaksi berjalan yang melebar pada Triwulan III-2018 juga dikontribusikan oleh surplus perdagangan non-migas yang jauh lebih rendah yakni sebesar US$3,1 miliar dibandingkan dengan US$6,5 miliar pada kuartal yang sama tahun lalu.

Tekanan dari pembatasan impor batubara Tiongkok dan penurunan harga CPO dunia telah melemahkan ekspor non-migas. Pertumbuhan impor barang konsumsi pada Triwulan III-2018 juga meningkat signifikan menjadi
36% (y.o.y) di tengah depresiasi Rupiah. Meningkatnya permintaan impor barang konsumsi telah didorong oleh pembelian lebih awal oleh rumah tangga untuk mengantisipasi penerapan pajak impor yang lebih tinggi di pertengahan September.

Di sisi lain, pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal menurun menjadi 17,2% (y.o.y) dari 21% pada Triwulan I-2018. Bagaimanapun, pertumbuhan ini masih jauh lebih tinggi dari pertumbuhan tahun lalu. Perlu
diingat bahwa lonjakan pertumbuhan impor sepanjang 2018 didorong oleh pembelian mesin dan peralatan secara tiba-tiba yang terkait dengan pembangunan dan penyelesaian proyek infrastruktur utama sepanjang tahun 2018.

Lebih dari itu, neraca perdagangan Indonesia yang memburuk pada Triwulan III-2018 dapat dijelaskan oleh struktur ekspor dan impor Indonesia yang tidak banyak berubah. Ekspor masih sangat tergantung pada barang mentah, khususnya sumber daya mineral, lemak nabati, dan logam mulia dengan tiga kategori ini menyumbang 50,7% dari total nilai ekspor. Kombinasi
besarnya ekspor barang mentah dan harga CPO yang lebih rendah telah mengurangi nilai tambah dari kegiatan ekspor.

Di sisi lain, dorongan pemerintah untuk menyelesaikan proyek infrastruktur sebelum 2019 mendorong peningkatan impor bahan baku dan barang modal seperti mesin sepanjang tahun lalu. Bukan hanya barang modal, impor juga didominasi oleh sumber daya mineral, khususnya minyak, setidaknya dalam lima tahun terakhir ini.

Oleh karena itu, peningkatan impor mesin-mesin berat dan kenaikan pergejolakan harga minyak mentah, ditambah dengan kenaikan tren konsumsi di tengah pelemahan ekspor, telah mendorong melebarnya ketidakseimbangan pada Triwulan III-2018.

"Tren memburuknya posisi neraca berjalan diestimasikan akan berlanjut pada Triwulan IV-2018 karena data impor ekspor Desember menunjukkan defisit perdagangan bulanan ketiga berturut turut, yang telah mendorong neraca perdagangan keseluruhan menjadi defisit US%8,57 miliar," katanya.

Tekanan dalam perdagangan global dan turunnya harga komoditas telah mengganggu kinerja ekspor secara keseluruhan pada tahun 2018 dengan nilai penurunan sekitar 6,7% y.o.y menjadi US$180,1 miliar. Sementara itu, pertumbuhan impor dua digit karena permintaan domestik yang terus-menerus meningkat telah memicu nilai nominal total impor menjadi US$188,6 miliar.[jat]

Let's block ads! (Why?)

from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping http://bit.ly/2D8dsLU

No comments:

Post a Comment