
INILAHCOM, Jakarta - Direktorat Advokasi BPN Prabowo-Sandi, Habiburokhman, meminta agar Polri bisa membedakan apa yang namanya delegitimasi dan kritikan untuk pemilu.
Ini menyusul tekad Polri yang mengaku akan memberantas propaganda-propaganda di media sosial yang bertujuan mendelegitimasi Pemilu 2019.
"Yang terpenting itu kita harus bisa bedakan, mana delegitimasi pemilu dan mana informasi atau kritikan yang justru untuk menjaga legitimasi pemilu," katanya di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Ia pun mencontohkan kasus data e-KTP WNA yang masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kasus ini sebelumnya dianggap tidak benar, tapi kemudian terbukti dan dilakukan perbaikan.
"Seperti kasus WNA ber-KTP masuk DPT, awalnya ada yang anggap itu hoax. Ternyata kemudian ada buktinya dan pada akhirnya bisa dilakukan perbaikan," ulasnya.
Sebagaimana diberitakan, Polri mengendus adanya propaganda-propaganda di media sosial yang bertujuan mendelegitimasi Pemilu 2019. Kehadiran akun Twitter @opposite6890 disebut polisi sebagai salah satu contohnya.
Dedi melanjutkan propaganda di media sosial juga telah dipetakan Polri, yang dilancarkan pada Januari dan Februari terkait isu netralitas Bawaslu, dan belakangan ini, Polri merasa jadi sasaran propaganda tersebut. Dedi menegaskan Polri akan memberantas propaganda-propaganda di media sosial yang berupaya mendelegitimasi jalannya Pemilu 2019. [rok]
from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/2Hq2d5a
No comments:
Post a Comment