INILAHCOM, Jakarta - Pada 2017, Pelabuhan Tanjung Priok menduduki peringkat 26 dunia, dan menjadi pelabuhan tersibuk di Indonesia. Kapasitas pertumbuhan peti kemas naik dari 6 juta TEUs menjadi 7 Juta TEUs per tahun.
Jakarta International Container Terminal (JICT) sebagai salah satu pengelola terminal peti kemas di Tanjung Priok, berperan aktif dalam mewujudkan cita-cita Indonesia, sebagai pelabuhan hub di Asia Tenggara (Asteng). Hal ini ditunjukkan dengan pelepasan pengiriman ekspor di JICT ke Los Angeles, Amerika Serikat (AS), berkapasitas 10.000 TEUs oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2018.
Hal tersebut membuktikan, Indonesia telah mampu melayani kapal-kapal besar dengan bertujuan langsung (direct vessel), bukan hanya ke Amerika tetapi juga ke Afrika, Australia, Eropa dan tentunya ke negara-negar Asia tanpa melalui Singapura. Potensi efektivitas kemudahan ke pasar negara tujuan mendongkrak efisiensi biaya dan waktu logistik perdagangan internasional tanpa harus tergantung pada kegiatan singgah (transhipment) di Singapura dan Malaysia
Menghadapi persaingan global yang semakin ketat, Wakil Direktur Utama JICT, Riza Erivan, bertekad menyatukan seluruh kekuatan di JICT. Persatuan dibutuhkan untuk mempercepat upaya membawa Tanjung Priok sebagai pelabuhan hub di Asia Tenggara, membangun kredibilitas yang baik bagi korporasi dan menjaga iklim investasi di Indonesia.
Menurut Trainer Executive Development Services dari PPM Manajemen, Ricky Virona Martono, untuk menjadikan Tanjung Priok sebagai hub, perlu disiapkan peralatan dan teknologi bongkar muat kontainer ke dermaga, birokrasi yang efisien agar menarik bagi perusahaan kapal yang akan bersandar.
"Akses transportasi dari pelabuhan menuju titik pengiriman (pabrik, gudang, lokasi konsumen) yang efektif sehingga barang langsung dikirim dan tidak perlu berlama-lama di pelabuhan," ujar Vicky dalam tulisan di Majalah SWA.
Hal senada diungkapkan Riza, bahwa pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan penting bagi perekonomian nasional perlu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk saling mendukung dan melengkapi. Kerja sama yang mencakup transfer teknologi, human capital development, international networking, dan stakeholder endorsing dibutuhkan sehingga dapat mendongkrak posisi Indonesia di pasar global.
Memasuki usianya yang ke-20 tahun, JICT telah memperoleh berbagai penghargaan diantaranya sebagai Container Terminal terbaik di Asia (under 4 million TEUs p.a) sejak 2011 dan The biggest and Most Efficient Terminal in Indonesia pada 2013.
Pada 2014, JICT mengirim karyawannya untuk memberikan pelatihan bagi pelabuhan dan container terminal di bawah Hucthison Ports Holdings ke Oman dan Tanzania. Menunjukan keuntungan yang diperoleh Indonesia dari kerja sama dengan pihak luar.
Terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang dugaan korupsi JITC yang merugikan negara Rp4,08 triliun, manajemen JICT menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang.
"Kami menghormati sepenuhnya proses penegakan hukum. Yang jelas, selama proses tersebut berlangsung, manajemen JITC harus bertanggunjawab kepada para pemegang saham untuk memastikan operasional dan bisnis perusahaan berjalan seperti biasa, dengan tetap mengindahkan hak serta kewajiban pekerja,” tegas Riza, dalam keterangan pers kepada media, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Informasi saja, pada 2014, kedua belah pihak pemegang saham telah bersepakat memperpanjang kontrak kerja sama antara Pelindo II dan Hutchison Port Holdings (HPH). Namun, Riza menjelaskan, dengan adanya tuntutan ini tentu keputusan akhir pada pemerintah.
Menurut Riza, perpanjangan kontrak ini tentunya membawa keuntungan bagi Indonesia. Misalnya, dalam kontrak disebutkan JICT diwajibkan membayar sewa sebesar US$85 juta setiap tahun ke Pelindo II. Tentunya perolehan itu dapat digunakan pemerintah untuk membangun pelabuhan-pelabuhan baru di berbagai tempat di Indonesia, sehingga geliat perekonomian dapat terdistribusi sampai ke pelosok-pelosok daerah, serta membuka lapangan pekerjaan baru.
Membahas keresahan karyawan JICT terkait kejelasan nasib pekerja yang di-PHK juga dijelaskan Riza bahwa itu tidak beralasan sama sekali. "JICT tidak pernah melakukan PHK sepihak terhadap karyawannya kecuali mereka telah melakukan pelanggaran serius," jelas Riza.
PHK pekerja yang dimaksud oleh Serikat Pekerja (SP) adalah pekerja outsource yang dipekerjakan oleh PT Empco sebagai perusahaan penyedia outsourcing bagi JICT. Pada 31 Desember 2017 kerja sama JICT dan Empco berakhir-otomatis berdampak pada 400 karyawan outsource di bawah Empco yang tidak bekerja lagi di JICT.
"Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan untuk mewujudkan Indonesia menjadi pelabuhan terminal peti kemas hub di Asia Tenggara, saya yakin dengan adanya kerjasama semua pihak baik pemerintah, manajemen, karyawan, vendor, terutama masyarakat Indonesia JICT mampu memberikan kontribusi signifikan bagi cita-cita tersebut," tutup Riza. [ipe]
from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/2FtzRVh
No comments:
Post a Comment