Pages

Friday, August 9, 2019

Enam Amalan Sunah di Lebaran Haji

IDUL Fitri dan Idul Adha datang sekali dalam satu tahun. Keduanya adalah hari besar Islam dengan fadilah yang berbeda. Masing-masing memiliki keutamaannya sendiri dan juga memeiliki kesunahan yang berbeda.

Ibadah sunah tahunan ini mempunyai ciri khas masing-masing, Hari Raya Idul Fitri misalnya ditengarai dengan saling bermaaf-maafan, berkunjung kesanak famili dan para kerabat. Berbeda dengan Hari Raya Idul Adha yang dikenal dengan Hari Raya Kurban atau Hari Raya Haji, karena pada hari itu kegiatan kurban dan ibadah haji dilaksanakan.

Sebagai ibadah tahunan, maka hendaknya kita laksanakan dengan sesempurna mungkin dengan menjalankan semua amalan-amalan sunah pada hari tersebut dengan niat tulus dan mengharap pahala dari Allah SWT. Berikut kesunahan yang dianjurkan oleh para ulama,

Pertama, mengumandangkan takbir di masjid-masjid, mushala dan rumah-rumah pada malam hari raya, dimulai dari terbenamnya matahari sampai imam naik ke mimbar untuk berkhutbah pada hari raya idul fitri dan sampai hari terakhir tanggal 13 Zulhijah pada hari tasyriq. Karena pada malam tersebut kita dianjurkan untuk mengagungkan, memuliakan dan menghidupkannya, anjuran ini sebagaimana terdapat dalam Kitab Raudlatut Thalibin

Disunahkan mengumandangkan takbir pada malam hari raya mulai terbenamnya matahari, dan sangat disunahkan juga menghidupkan malam hari raya tersebut dengan beribadah.S ebagian fuqaha ada yang memberi keterangan tentang beribadah di malam hari raya, yaitu dengan melaksanakan salat maghrib dan isya berjemaah, sampai dengan melaksanakan salat subuh berjemaah.

Kedua, mandi untuk salat Id sebelum berangkat ke masjid, hal ini boleh dilakukan mulai pertengahan malam, sebelum waktu subuh, dan yang lebih utama adalah sesudah waktu subuh, dikarenakan tujuan dari mandi adalah membersihkan anggotan badan dari bau yang tidak sedap, dan membuat badan menjadi segar bugar, maka mandi sebelum waktu berangkat adalah yang paling baik. Berbeda jika mandinya setelah pertengahan malam maka kemungkinan bau badan akan kembali lagi, begitu juga kebugaran badan.

Disunahkan mandi untuk salat Id, untuk waktunya boleh setelah masuk waktu subuh atau sebelum subuh, atau pertengahan malam.

Kesunahan mandi adalah untuk semua kaum muslimin, laki-laki maupun perempuan, baik yang akan akan berangkat melaksanakan shalat Id maupun bagi perempuan yang sedang udzur syarI sehingga tidak bisa melaksanakan shalat Id.

Ketiga, disunahkan memakai wangi-wangian, memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau-bau yang tidak enak, untuk memperoleh keutamaan hari raya tersebut. Pada hakikatnya hal-hal tersebut boleh dilakukan kapan saja, ketika dalam kondisi yang memungkinkan, dan tidak harus menunggu datangnya hari raya, misalnya saja seminggu sekali saat hendak melaksanakan salat jumat. Dalam kitab Al-Majmu Syarhul Muhaddzab terdapat keterangan mengenai amalan sunah ini,

Disunahkan pada hari raya Id membersihkan anggota badan dengn memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau badan yang tidak enak, karena amalan tersebut sebagaimana dilaksanakan pada hari Jumat, dan disunahkan juga memakai wangi-wangian.

Keempat, memakai pakaian yang paling baik lagi bersih dan suci jika memilikinya, jika tidak memilikinya maka cukup memakai pakaian yang bersih dan suci, akan tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa yang paling utama adalah memakai pakaian yang putih dan memakai serban.

Berkaitan dengan memakai pakaian putih, ini diperuntukkan bagi kaum laki-laki yang hendak mengikuti jemaah salat Id maupun yang tidak mengikutinya, semisal satpam atau seseorang yang bertugas menjaga keamanan lingkungan, anjurannya ini tidak terkhususkan bagi yang hendak berangkat salat saja, melainkan kepada semuanya.

Sedangkan untuk kaum perempuan, maka cukuplah memakai pakaian yang sederhana atau pakaian yang biasa ia pakai sehari-hari, karena berdandan dan berpakaian secara berlebihan hukumnya makruh, begitu juga menggunakan wangi-wangian secara berlebihan. Dalam Kitab Raudlatut Thalibin dijelaskan,

Disunahkan memakai pakaian yang paling baik, dan yang lebih utama adalah pakaian warna putih dan juga memakai serban. Jika hanya memiliki satu pakaian saja, maka tidaklah mengapa ia memakainya. Ketentuan ini berlaku bagi kaum laki-laki yang hendak berangkat shalat Id maupun yang tidak. Sedangkan untuk kaum perempuan cukupla ia memakai pakaian biasa sebagaimana pakaian sehari-hari, dan janganlah ia berlebih-lebihan dalam berpakaian serta memakai wangi-wangian.

Sabda Nabi SAW berikut memberi penjelasan tentang memakai pakaian yang paling baik, riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas RA,

Rasulullah SAW di hari raya Id memakai Burda Hibarah (pakaian yang indah berasal dari Yaman). Kelima, ketika berjalan menuju ke masjid ataupun tempat salat Id hendaklah ia berjalan kaki karena hal itu lebih utama, sedangkan untuk para orang yang telah berumur dan orang yang tidak mampu berjalan, maka boleh saja ia berangkat dengan menggunakan kendaraan. Dikarenakan dengan berjalan kaki ia bisa bertegur sapa mengucapkan salam dan juga bisa bermushafahah (Bersalam-salaman) sesama kaum muslimin. Sebagaimana sabda Nabi SAW riwayat dari Ibnu Umar,

Rasulullah SAW berangkat untuk melaksanakan salat Id dengan berjalan kaki, begitupun ketika pulang tempat salat Id.

Selain itu dianjurkan juga berangkat lebih awal supaya mendapatkan shaf atau barisan depan, sembari menunggu salat Id dilaksanakan ia bisa bertakbir secara bersama-sama di masjid dengan para jemaah yang telah hadir. Imam Nawawi dalam Kitabnya Raudlatut Thalibin menerangkan anjuran tersebut,

Bagi yang hendak melaksanakan salat Id disunahkan berangkat dengan berjalan kaki, sedangkan untuk orang yang telah lanjut usia atau tidak mampu berjalan maka boleh ia menggunakan kendaraan. Disunahkan juga berangkat lebih awal untuk salat Id setelah selesai mengerjakan salat subuh, untuk mendapatkan shaf atau barisan depan sembari menunggu dilaksanakannya salat.

Keenam, untuk Hari Raya Idul Adha disunahkan makan setelah selesai melaksanakan salat Id, berbeda dengan Hari Raya Idul Fitri disunahkan makan sebelum melaksanakan shalat Id. Pada masa Nabi SAW makanan tersebut berupa kurma yang jumlahnya ganjil, entah itu satu biji, tiga biji ataupun lima biji, karena makanan pokok orang arab adalah kurma. Jika di Indonesia makanan pokok adalah nasi, akan tetapi jika memiliki kurma maka hal itu lebih utama, jika tidak mendapatinya maka cukuplah dengan makan nasi atau sesuai dengan makanan pokok daerah tertentu.

Diriwayatkan dari Sahabat Buraidah RA, bahwa Nabi SAW tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan, dan pada hari raya Idul Adha sehingga beliau kembali kerumah.

Diriwayatkan juga dari Sahabat Anas RA,

Rasulullah SAW tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan beberapa kurma yang jumlahnya ganjil.

Dengan demikian, anjuran makan pada hari raya Idul Adha adalah setelah selesai melaksanakan salat Id, alanglah lebih baik jika ia makan kurma sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, akan tetapi jika tidak mendapati kurma, bolehnya ia makan dengan yang lain, misalnya nasi bagi rakyat Indonesia, disesuaikan dengan makanan pokok daerah tertentu. [nuol]

Pen. Fuad H. Basya/Red. Ulil H.

Let's block ads! (Why?)

from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/2MNANch

No comments:

Post a Comment