INILAHCOM, Jakarta - Dalam proses penghapusan pencatatan saham PT Sigmagold Inti Perkasa Tbk (TMPI) memunculkan banyak korban dari investor ritel. Sedangkan bandar yang menggerakkan saham tersebut, sudah menjualnya.
Perusahaan ini sudah sudah sejak lama perusahaan ini sudah tidak diurus lagi. OJK memutuskan untuk menhapus saham ini dari bursa.
Menurut analis saham Argha J Karo Karo, yang menarik perhatian adalah sebelum di delisting, 99.86% saham ini dimiliki oleh publik, yang artinya tidak ada Bandar atau Pemain besar yang dirugikan dengan proses delisting ini. "Jadi ada pelajaran yang bisa didapat oleh para investor ritel supaya tidak terjebak dalam kondisi yang sama di kemudian hari," katanya seperti mengutip dari creative-trader.com.
Bagaimana cara Bandar menjual seluruh sahamnya ke investor ritel sebelum perusahaannya dibubarkan?
Dalam ilmu bandarmologi diajarkan bahwa harga saham hanya dapat bergerak signifikan kalau saham tersebut ada yang mengatur harga alias ada bandarnya. Jadi memang sangatlah berbahaya kalau sebuah saham sampai tidak ada Bandarnya, dan kepemilikannya dikuasai sepenuhnya oleh investor ritel, seperti kasus TMPI ini.
Karena kalau tidak ada yang mengatur pergerakan harga, maka harga saham akan cenderung turun (sampai ke Rp50 per saham) seperti yang terjadi di TMPI.
"Namun kondisi yang terjadi di TMPI bahkan lebih buruk lagi, karena di TMPI bahkan sudah tidak ada lagi pemegang saham mayoritas, yang artinya menjelang delisting seluruh saham TMPI sudah dikuasai publik / investor ritel," katanya.
Hal ini jelas merupakan indikasi yang buruk, karena itu berarti tidak ada lagi pemain besar yang memiliki kepentingan di saham ini. Kalau tidak ada kepentingan untuk digerakan, lalu untuk apa untuk apa lagi keberadaan saham ini dilanjutkan.
Karena untuk listing di bursa saham ada banyak biaya yang harus dibayar, ada banyak peraturan yang harus dipatuhi, dll. Jadi kalau memang sudah tidak ada lagi keuntungan yang bisa didapat dari saham ini, sahamnya cukup dibiarkan saja, maka saham ini akan di suspend dengan sendirinya dan akhirnya di delisting.
Sebuah saham tidak akan secara otomatis dikuasai sepenuhnya oleh publik (ritel) seperti TMPI ini. Karena untuk bandar bisa menjual semua sahamnya ke ritel, tentu akan ada alasannya dan ada prosesnya.
Alasan yang umumnya membuat Bandar dan para pemain besar ingin menjual semua sahamnya ke publik adalah karena perusahaannya tersebut sudah bangkrut atau sudah hampir bangkrut, jadi para pemegang saham mayoritas akan berusaha membuang seluruh kepemilikannya ke publik.
"Hal ini juga pernah kami bahas beberapa bulan sebelum di suspendnya di saham AISA," katanya.
Namun tentunya untuk BANDAR menjual perusahaan yang hampir bahkan sudah bangkrut ke Investor Ritel bukanlah hal yang sederhana. Karena meskipun perusahaannya sudah hampir bangkrut, dan bandar mau menjual saham mereka ke publik, namun untuk proses penjualan tersebut bisa terlaksana.
Jadi pada waktu yang sama para investor ritel harus bisa melihat TMPI sebagai saham yang luar biasa bagus, luar biasa berprospek sehingga investor ritel mau berlomba-lomba memborong saham perusahaan yang hampir bubar ini.
"Dan sejak dulu sampai sekarang, metode yang digunakan Bandar untuk memancing ritel mau membeli saham yang mereka jual sebenarnya itu-itu saja."
Pertama, harganya sahamnya harus dikerek naik dulu supaya terlihat menarik, dengan menaikan harganya maka candlesticknya akan menarik secara Analisa Technical, kenaikan harga pun umumnya dibuat supaya bisa naik signifikan dalam waktu singkat, supaya seluruh indikator technical yang umumnya digunakan para investor ritel kompak memberikan sinyal rekomendasi beli.
Kedua, ketika Bandar mau jualan akan banyak pom-pom yang ramai membahas saham di forum-forum saham, untuk menarik sebanyak mungkin investor ritel untuk membeli saham ini.
Terakhir untuk semakin memuluskan proses penjualan ke investor ritel, kenaikan harga juga sebaiknya disertai oleh dirilisnya berita positif di saham ini, supaya sahamnya juga menarik secara fundamental.
Memang sulit untuk membuat perusahaan yang hampir bangkrut menjadi terlihat bagus dari sisi keuangan. Untuk itu fokus pembahasan fundamentalnya umumnya harus dirubah, bukan manganalisa kondisi aktual, namun fokus pada prospect masa depan.
"Kondisi aktual boleh rugi, bisnis boleh tutup, utang boleh banyak, tapi prospek kedepan bisa dibilang secerah mungkin."
Untuk kasus TMPI ini, sepertinya itulah alasan perusahaan merubah core bisnisnya dari toko eletronik, yang sudah ketinggalan jaman dan kalah bersaing, menjadi bisnis tambang emas, yang jauh lebih imajiner, sehingga lebih mudah menciptakan imajinasi bahwa masa depan TMPI akan cerah ke depan, dan membuat ritel mau membeli saham ini.
Metode seperti inilah yang umumnya digunakan oleh Bandar dari dulu sampai sekarang ini, dan tentunya setelah saham yang ingin dijual berhasil dijual ke investor ritel, maka cepat atau lambat harga sahamnya akan terpuruk. "Dalam ketepurukan tersebut mungkin saja perusahaannya berhasil keluar dari krisinya, dan tidak jadi bangkrut."
Jika itu yang terjadi di tengah keterpurukan harga tersebut, Bandar akan secara perlahan melakukan akumulasi kembali dari para investor ritel yang sudah frustasi karena nyangkut, dan suatu hari akan membangkitkan lagi harga saham ini.
"Sementara kalau perusahaannya tidak berhasil bangkit, ya sudah! Toh, sekarang perusahaannya sudah milik publik, biarkan publik yang mengurus, biarkan publik yang menaikan harga sahamnya."
Oh sedihnya.
from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/2psYY6z
No comments:
Post a Comment