INILAHCOM, Jakarta - Tahun depan, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengalokasikan dana Rp11 triliun untuk pembiayaan 102.500 rumah murah bersubsidi di berbagai daerah.
"Kami sampaikan bahwa pada 2020, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp11 triliun untuk memfasilitasi 102.500 unit perumahan," kata Wakil Menteri PUPR, John Wempi Wetipo dalam Indonesia Property Expo 2019 di Jakarta, Sabtu (16/11/2019).
Wakil Menteri PUPR memaparkan, selama ini KPR bersubsidi banyak direalisasikan di sebanyak 10 provinsi yaitu Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Selain itu, ujar dia, mengingat animo untuk mendapatkan KPR bersubsidi melalui program FLPP begitu besar, maka Kementerian PUPR juga menekankan agar pengembang perumahan membangun rumah subsidi yang berkualitas.
Pemerintah, lanjutnya, selama ini juga telah menerbitkan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk mendorong semakin cepatnya penyaluran bantuan pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Sementara itu, Direktur Layanan Lembaga Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Agusny Gunawan menyatakan masih membahas regulasi yang mengatur tentang bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan.
Agusny mengungkapkan, targetnya regulasi Menteri PUPR terkait hal itu pada tahun 2020 sudah bisa berlaku sehingga ke depannya juga dapat mempercepat penyerapan subsidi perumahan sehingga anggaran untuk sektor perumahan rakyat juga dapat terserap optimal.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko D. Heripoerwanto menyebut beberapa pasal dalam regulasi terkait kementerian itu akan direlaksasi melalui Omnibus Law karena dinilai menghambat investasi sektor konstruksi.
"Sekarang masih kajian yang mana saja yang prioritas untuk direlaksasi," kata Eko Heripoerwanto ketika ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Kamis (14/11).
Eko menyebut ada dua regulasi yang di dalamnya masih ada pasal menghambat pelaku usaha. Dua regulasi itu yakni Undang-Undang Bangunan Gedung dan UU Jasa Konstruksi.
Relaksasi itu untuk mendukung peningkatan investasi khususnya di sektor properti agar tidak ada kendala. Menurut dia, dunia usaha mengalami hambatan khususnya untuk izin mendirikan bangunan (IMB) bagi bangunan sederhana.
Selain itu, faktor penghambat lainnya yakni adanya sertifikat laik fungsi juga bagi bangunan sederhana. "Untuk bangunan sederhana itu dianggap tidak perlu, dunia usaha minta relaksasi," imbuhnya.
Ia menyebutkan target relaksasi pasal itu sudah selesai dalam waktu satu hingga dua bulan mendatang. Relaksasi itu penting dilakukan untuk menumbuhkan investasi di tengah upaya pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur tahun 2020-2024, termasuk sektor perumahan. [tar]
from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/2NRYQqo
No comments:
Post a Comment