Pages

Monday, December 24, 2018

Freeport Tak Bayar Denda Limbah, Kita Pecundang!

INILAHCOM, Jakarta - Penyelesaian masalah lingkungan berupa Limbah Bahan Beracun Berbahaya (Limbah B3) berupa tailing oleh PT Freeport Indonesia dilakukan melalui skema road map berupa pemulihan lingkungan. Bukan melalui pembayaran.

Pengamat Energi Marwan Batubara menilai, masalah lingkungan harusnya tetap dibayar oleh perusahaan Amerika Serikat itu. Sebab, sudah menjadi temuan penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) dan masuk dalam audit BPK dan ada potensi kerugian negera senilai Rp185 triliun.

"Soal penggunaan lingkungan dan tailing. Itu kan ada saksi kerusakan lingkungan masa itu tidak diperhitungkan. Artinya kita ini jadi negara apa. Ada audit dan bagaimana masalah lingkungan dan ada temuan dari BPK masa tidak diperhatikan dan ini kita jadi karena itu kita sebagai pecundang," kata Marwan, Senin (24/12/2018).

Menurut dia, boleh-boleh saja road map digunakan untuk penyelesaian masalah lingkungan. Tetapi yang sudah menjadi temuan harus tetap dibayar bukan lewat skema raod map.

"Yang lalu kan sudah jadi temuan (ada masalah) lingkungan. Yang kedepan bagaimana ya silagkan saja. Tapi yang lalu sudah jadi temuan ya diselesaikan. Jadi harus dituntaskan mestinya sebelum ada kesepakatan ini," kata dia.

Kemudian, dia juga menyoroti mengenai pembayaran denda terkait penggunaan lahan hutan lindung tanpa izin seluas 4.535,93 Ha tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Menurut dia, mustinya Freeport segera membayarkan denda itu.

"Buru-buru saja dibayar. Ini kan sudah bertahun-tahun dipakai itu ya kan. Jadi ini kan bukan sekedar bayar iuran atau kewajiban penggunaan lahan," ujar dia.

Adapun skema road map ini pun sudah disepakai oleh dua belah pihak. Yakni oleh pemerintah dan PT Freeport Indonesia. Adapun skema ini diajukan oleh PTFI dan difasilitasi oleh pemerintah.

"Jadi roadmap yang disiapkan PTFI difasilitasi pemerintah itu dilakukan dalam bentuk penyusunan kajian. Ini sudah selesai. Kemudian dia akan dilengkapi studi yang rinci," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya saat jumpa pers di kantor BPK, Jakarta Pusat, Rabu (19/12/2019).

Siti merinci, road map atau peta jalan pada penanganan limbah tailing secara umum meliputi pembangunan tanggul rendah, multi tanggul dan hydrolik mulai dari hulu, pengurangan sedimen tailing dan non tailing dengan proses isolasi, memperluas penananman mangrove serta pemanfaatan tailing.

"Yang paling penting roadmap ni pemanfaatan tailing. Produksnya 160-200 ribu ton per hari. Jadi ini musti dimanfaatkan. In dia enggak bisa sendirian, kebijakan pemanfaatan harus didukung oleh industri lainnya karena bisa digunakan untuk bahan kontruksi, material uruk serta banyak lagi," kata dia.

Siti menjelaskan, peta jalan penanganan limbah tailing disusun untuk 12 tahun ke depan. Sebab, permasalahan ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu cepat.

Menurut dia, prosesnya bertahap dan sistematis yang dibagi dalam dua periode yakni 2018 sampai 2024 dan 2025 sampai 2030.

"Roadmap pertama. 2018-2024. Itu pertama. Lalu roadmap berikutnya 2025-2030. Dalam rangka itu, pemerintah akan terus melakukan monitoring dan pengawasan. Ada indikator yang akan menjadi acuan," kata dia. [hid]

Let's block ads! (Why?)

from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping http://bit.ly/2PWBsGh

No comments:

Post a Comment