Pages

Sunday, March 17, 2019

Hoaks Dinilai Berpotensi Merusak Demokrasi

INILAHCOM, Jakarta - Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menyebut produksi dan sebaran hoaks selama masa kampanye Pemilu Serentak 2019 meningkat pesat. Akibatnya, suhu politik nasional menjelang pemungutan suara cenderung semakin memanas.

Menurut Karyono, semburan hoaks dan ujaran kebencian membuat substansi kampanye menjadi kabur. Menurut dia, hoaks dan ujaran kebencian telah menimbulkan keresahan publik dan menimbulkan implikasi keretakan (segregasi) sosial yang mendorong masyarakat semakin terpolarisasi.

"Celakanya, semakin mendekati hari pemungutan suara, tren produksi dan sebaran hoaks justru semakin meningkat cukup tajam," dia.

Meningkatnya hoaks yang disebutkan Karyono berdasar temuan terbaru Kementerian Komunikasi dan Informatika yan terdapat 771 konten hoaks selama Agustus 2018 sampai dengan Februari 2019. Dari 771 konten hoaks didominasi isu berbau politik.

"Dari 771 jenis hoaks, terdapat 181 konten hoaks terkait dengan isu politik yang menyerang kedua pasangan calon presiden maupun partai politik, sisanya konten hoaks di luar isu politik," katanya.

Selain data dari Kementerian Kominfo, Karyono juga mengutip data dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang merilis hasil penelitiannya seputar peredaran hoaks di media sosial selama Januari 2019 dan pantauan PoliticaWave pada 28 Januari 2019 sampai 4 Februari 2019.

Menurut Karyono, data penelitian sejumlah lembaga tersebut mengafirmasi ada korelasi kuat antara hoaks dengan kepentingan politik dalam pemilu 2019. Temuan data tentang hoaks yang dirilis sejumlah lembaga tersebut sangat logis dan realistis.

"Pasalnya, dalam kontestasi dan pertarungan politik kekuasaan, masing-masing kontestan ingin memenangkan kompetisi dan selalu ada spirit untuk mengalahkan lawan politik. Dalam konteks kompetisi, hal ini dipandang sebagai kelaziman. Dalam kompetisi pasti selalu ada yang menang dan ada yang kalah. Tetapi, yang terjadi kerapkali dalam kompetisi politik ada pihak yang menghalalkan segala cara, termasuk memproduksi dan menyebar hoaks" tukas dia.

Selain untuk kepentingan politik, menurut Karyono, hoaks bisa berkembang menjadi industri. Hoaks digunakan untuk kepentingan bisnis yang menghasilkan uang. Sekarang ini, hoaks sudah masuk ke dalam ranah industri. Sebagai contoh, kasus SARACEN yang menjadi salah satu penyedia jasa untuk memproduksi dan menyebarkan hoaks untuk tujuan politik.

Menurut Karyono, dalam putusan pengadilan telah terbukti Saracen menerima aliran dana untuk memproduksi dan menyebarkan hoaks. Saracen menerima order untuk memproduksi hoaks yang menyerang Jokowi dan pemerintah. Padahal, kata dia dampak dari penyebaran hoaks tersebut mengancam nilai-nilai demokrasi, menimbulkan konflik sosial yang membuat masyarakat semakin terpolarisasi, dan berpotensi merusak peradaban kemanusiaan.

"Solusi untuk mencegah hoak diperlukan pendekatan komprehensif, seperti penegakan hukum, pendekatan persuasif, edukatif, dan bila perlu membuat UU khusus anti hoaks," katanya.

Hal yang sama juga disampaikan pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta. Hoak sudah semakin membahayakan karena sudah memasuki area sensitif yaitu SARA. Jika dibiarkan maka hoax dengan konten SARA tersebut bisa memicu konflik.

"Pencegahan hoax harus dilakukan melalui penegakan hukum yang tegas untuk menimbulkan efek jera. Selain itu deteksi dini dan cegah dini perlu dilakukan oleh pemerintah agar hoaks tidak semakin berlanjut menjadi konflik sosial," katanya.

Sementara itu, Karo Multimedia Div. Humas Mabes Polri Brigjen Pol Budi Setiawan menyampaikan pihaknya tak bisa mewaspadai sebaran hoaks sendirian. Diperlukan kerjasama antara kepolisan dan elemen masyarakat.

"Penyebaran hoaks harus kita selesaikan bersama-sama. Perkembangan teknologi ini tak bisa kita hindari, tapi harus kita hadapi," ujarnya.

Adapun Staf Ahli Sekjen Kementerian Kominfo Hendrasmo menyebut bahwa sebaran hoaks akhir-akhir ini mengalami peningkatan. Pada Maret ini, misalnya, kata dia, sebaran hoaks yang tedata di kantornya sudah mencapai sekitar 10 konten per.hari.

"Sebelumnya 3-4 hoak per harinya. Sekarang 10 kontan hoaks setiap hari," katanya.

Dari sekian data yang dikantonginya, Hendrasmo menyampaikan bahwa hoaks banyak dialamatkan kepada pemerintah.

"Dari sebaran hoak tentang PKI, komunisme, Tenaga Kerja Asing, Pendidikan Agama akan dihapus, pelegalan LGBT, dan lain-lain. Dari data yang kami miliki, masyarakat (awam) itu sangat sulit mengidentifikasi apakah itu hoaks atau bukan," katanya.

Let's block ads! (Why?)

from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/2TN6Vk8

No comments:

Post a Comment