INILAHCOM, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi wacana penggantian istilah radikalisme menjadi manipulator agama. MUI mengaku tak sepakat karena manipulator agama punha beda tafsir dengan radikalisme.
"Saya melihat antara manipulator agama dan radikalisme itu dua hal berbeda. Manipulator itu orang yang tahu kebenaran kemudian dia memanipulasi, membohongi. Sementara radikalisme itu paham yang mendalam tentang sesuatu dan paham itu jadi ekstrem," kata Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis, Jumat (1/11/2019).
Menurutnya, manipulator agama adalah orang yang paham agama namun menggunakan untuk kepentingan kekerasan atau teror. Namun, lanjutnya, teroris belum tentu manipulator agama.
"Kalau saya langsung saja menyebut terorisme. Karena kalau radikalisme ada yang positif, meski sekarang banyak diartikan negatif. Bahwa radikalisme itu bukannya radix, tapi memahami agama secara dangkal lalu dia salah dalam memahami agama sehingga menjadi terorisme," ujarnya.
"Kalau radikalisme dalam pikiran, dalam belajar, beda. Jadi memang debatable kalau istilah radikalisme. Tapi ketika bicara teroris, semua sepakat itu adalah musuh kita bersama," sambung dia.
Cholil menambahkan bahwa penggantian istilah dinilai tidaklah penting, karena istilah punya makna yang berbeda-beda.
"Ya (ganti istilah) belum diperlukan, yang perlu itu substansinya, bagaimana orang bisa memahami agama dengan benar. Agama yang membangun peradaban. Soal istilah bisa beda-beda," ungkapnya. [rok]
from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/33bEiyE
No comments:
Post a Comment