Pages

Tuesday, September 3, 2019

Rindu Mendapat Derajat Tinggi dari Sang Pencipta

TELAH berkejaran manusia di muka bumi untuk meraih derajat tertinggi di mata manusia. Untuk tujuan besar ini, seluruh macam pengorbanan pun dilakukan setulus hati, tanpa mengenal lelah dan waktu. Untuk derajat yang didambakan di dunia terkadang bahkan yang halal menjadi haram, dan yang haram menjadi halal.

Adakah pernah terbersit di dalam hati kerinduan mendapatkan derajat yang tinggi dari Pemilik manusia? Jika keinginan itu pernah ada, adakah upaya yang kita kerahkan jauh melebihi upaya kita meraih derajat tertinggi di mata manusia. Allah Ta'ala telah menjanjikan derajat itu di dalam Surat Mujadilah ayat 11, "Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."

Syaikh Ahmad al-Musthafa al-Maraghi menjelaskan bahwa makna dari ayat tersebut adalah bahwa Allah Ta'ala akan meninggikan orang-orang yang diberikan ilmu di atas imannya kepada Allah Ta'ala dengan banyak tingkatan (derajat), atau meninggikan orang-orang yang berilmu dari kalangan orang-orang beriman secara khusus dengan banyak tingkatan karamah dan ketinggian martabat. (Mufradaat al-Quran, Maktabah Syamilah)

Al-Imam Al-Baghawi menegaskan bahwa seorang mukmin yang berilmu posisinya berada di atas orang-orang yang tidak memiliki ilmu beberapa derajat. (Maalim at-Tanzil fi Tafsir al-Quran, Maktabah Syamilah)

Al-Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa balasan bagi orang-orang yang berilmu berupa balasan terbaik di akhirat dan berupa karamah di dunia, dan Allah Ta'ala meninggikan orang-orang mukmin di atas selain mukmin, dan orang-orang berilmu di atas orang-orang yang tidak memiliki ilmu.

Beliau juga menjelaskan bahwa Allah Ta'ala meninggikan orang-orang mukmin karena keimanannya terlebih dahulu, baru kemudian meninggikannya lebih tinggi lagi dengan ilmu yang dimilikinya.

Berkata Ibn Abbas r.a. bahwa Nabi Sulaiman a.s. telah diberikan kesempatan untuk memilih antara ilmu, harta dan kerajaan, maka ia lebih memilih ilmu. Ternyata dengan pilihannya itu ia juga dikaruniai harta dan kerajaan sekaligus. (Al-Jami li Ahkamil Quran, Maktabah Syamilah)

Abu al-Abbas al-Basili at-Tunisi (830H) ketika menafsirkan ayat tersebut mengutip pendapat Ibn Masud yakni bertambahnya derajat dalam agama mereka jika mereka mengerjakan apa yang diperintahkan dengannya. (Nuktun wa Tanbihatun fi Tafsir al-Quran al-Majid, Maktabah Syamilah).

Al Imam Ibn Katsir menambahkan penjelasannya bahwa Allah Ta'ala Maha Mengetahui orang-orang yang memang berhak mendapatkan hal tersebut dan orang-orang yang tidak berhak mendapatkannya. Beliau mengangkat satu kisah ketika Khaliah Umar bertanya kepada Nafi bin Abdil Harits, pemimpin Makkah yang telah beliau angkat, "Siapakah yang engkau angkat sebagai khalifah atas penduduk lembah?" Nafi menjawab: "Yang aku angkat sebagai khalifah atas mereka dialah Ibn Abzi, salah seorang budak kami yang telah merdeka."

Maka Umar bertanya: "Benarkah engkau telah mengangkat seorang mantan budak sebagai pemimpin mereka?" Nafi menjawab: " Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya di adalah seorang yang ahli membaca Alquran, memahami ilmu waris dan pandai berkisah." Lalu Umar pun mengutip sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Sesungguhnya Allah Ta'ala mengangkat suatu kaum karena Alquran ini dan merendahkan dengannya juga sebagian lainnya." (Muhammad Ali Ash-Shabuni, Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir, Beirut: Dar Al-Fikr, Tanpa Tahun, hlm. 465)

Syaikh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan bahwa ayat ini turun di hari Jumat, sebagaimana riwayat dari Muqatil melalui Ibn Abi Hatim, di mana adanya kaum muslimin dari Ahlu Badr yang tentu telah dikenal sebagai kaum yang lebih awal masuk ke dalam Islam, lebih terhormat posisi dan kedudukannya, datang ke majelisnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, namun tidak mendapatkan tempat untuk duduk sehingga mereka berdiri. Tingkat keilmuan mereka memberikan hak lebih kepada mereka atas dasar kehormatan para Ahlu Badr. (Tafsir al-Wasith, Jakarta:GIP, Jilid 3, hlm. 612)

Ayat ini menjadi ayat yang dipilih oleh Al-Imam Al Bukhari sebagai awal dari Kitab Ilmu dalam Shahih Bukhari. Al Hafizh Ibn Hajar Al Atsqalani menjelaskan bahwa derajat yang tinggi mempunyai dua konotasi, yaitu secara maknawiyah di dunia dengan memperoleh kedudukan yang tinggi dan reputasi yang bagus, dan hissiyah di akhirat dengan kedudukan yang tinggi di Surga. (Fathul Bari, Jilid 1, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002, hlm. 263)

Jika derajat dari Pemilik manusia yang kita harapkan, dengan izin-Nya, derajat di sisi manusia akan diperoleh dengan penuh keberkahan. Namun jika hanya derajat dari manusia yang diharapkan, khawatirlah jika kehinaan yang disematkan-Nya di akhirat kelak. Wallahul mustaan. [Ustaz Wido Supraha]

Let's block ads! (Why?)

from Inilah.com - Terkini kalo berita nya ga lengkap buka link disamping https://ift.tt/34jaXmE

No comments:

Post a Comment